Jakarta – Wacana perubahan sistem pemilu proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup menimbulkan polemik dalam kancah politik nasional menjelang Pemilu 2024.
Perdebatan itu muncul setelah adanya gugatan uji materi terhadap Pasal 168 Ayat 2 Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang dimohonkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan telah teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.
“Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka,” seperti dikutip dari Pasal 168 Ayat 2 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Apa Itu Sistem Proporsional Terbuka ?
Sistem proporsional terbuka merupakan sistem pemilihan yang telah diterapkan sejak Pemilu 1999 dan 2004. Sistem proprsional terbuka adalah sistem yang memberikan kewenangan kepada pemilih untuk memilih langsung calon anggota legislatif yang diusung oleh partai politik peserta pemilu.
Dengan menganut sistem pemilu proporsional terbuka, masyarakat dapat secara langsung melihat nama atau foto kandidat dalam proses pencoblosan.
Kertas suara yang telah dicoblos oleh pemilih nantinya akan dimasukkan ke dalam surat suara dan dilakukan penghitungan oleh panitia pemilu. Kandidat yang berhasil memperoleh suara terbanyak, maka akan ditetapkan sebagai anggota legislatif DPR dan DPRD terpilih.
Lalu, Apa Yang Dimaksud Proporsional Tertutup?
Mengutip dari buku ‘Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Pasca Amandemen UUD NRI 1945‘ karya Jamaluddin, sistem pemilu proporsional tertutup adalah penentuan calon legislatif terpilih bukan atas dasar suara yang diperolehnya, tetapi atas dasar perolehan suara dari partai politik.
Jika sistem yang digunakan ialah sistem pemilu proporsional tertutup, maka pemilih tidak dapat memilih secara langsung para calon legislatif, pemilih hanya dapat memilih partai politik yang menjadi peserta pemilu saat itu.
Dalam pelaksanaan pemilu dengan sistem proporsional tertutup, pemilih hanya dapat melihat logo partai pada surat suara yang disediakan. Calon legislatif juga akan dipersiapkan secara langsung oleh partai politik peserta pemilu.
Adapun, sistem pemilu proporsional tertutup pernah menjadi sistem yang digunakan oleh Indonesia dalam pelaksanaan Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru, serta Pemilu 1999.
Lalu, Apa Kata Ketua KPU RI ?
Dalam kanal YouTube resmi KPU RI pada Kamis, (29/12/2022) Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari berbicara mengenai kemungkinan Pemilu 2024 diadakan secara proporsional tertutup.
“Jadi kira-kira bisa diprediksi atau ndak putusan Mahkamah Konstitusi ke depan? Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup,” jelas Hasyim.
Hasyim mengingatkan para bacaleg untuk tidak terlalu berlebihan memasang baliho karena bila ditetapkan Sistem Proporsional Tertutup maka tidak akan muncul foto dan nama di kertas suara.
“Dengan begitu menjadi tidak relevan misalkan saya mau nyalon pasang gambar-gambar di pinggir jalan, jadi enggak relevan. Karena apa? Namanya enggak muncul lagi di surat suara. Enggak coblos lagi nama-nama calon, yang dicoblos hanya tanda gambar parpol sebagai peserta pemilu [proporsional tertutup],” ujar Hasyim.
Kapan Jadwal Sidang Uji Materi Sistem Pemilu oleh MK ?
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menjadwalkan sidang untuk perkara gugatan uji materi terhadap sistem pemilu terbuka.
Dilansir dari laman resmi Mahkamah Konstitusi, Sabtu (31/12/2022) sidang dijadwalkan pada Tanggal 17 Januari 2023.
Agenda sidang mendatang yakni mendengarkan keterangan dari Presiden, Dewan Perwakikan Rakyat (DPR) dan pihak terkait.
Adapun gugatan uji materi terhadap sistem pemilu ini telah teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.
Uji materi ini diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V) dan Nono Marijono (pemohon VI).
Keenamnya didampingi oleh Sururudin dan Maftukhan selaku kuasa hukum.
Keenam pemohon mengajukan gugatan atas pasal 168 ayat (2) Undang-undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Dalam pasal itu diatur bahwa pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Pemohon meminta kepada MK agar mengganti sistem proporsional terbuka menjadi tertutup.
Para pemohon menilai bahwa sistem proporsional terbuka bertentangan dengan UUD 1945 dan menimbulkan masalah multidimensi seperti politik uang. (Red)