DKI Jakarta – Ketua DPD Golkar DKI Jakarta Ahmed Zaki Iskandar menegaskan bahwa dalam penanganan persoalan sampah di DKI Jakarta tidak bisa dilakukan biasa-biasa saja namun perlu terobosan kebijakan secara terukur dan sistematis.
“Persoalan sampah ini memang pelik sejak lahir, karena itu perlu beberapa terobosan kebijakan yang akan membuat persoalan ini terselesaikan,” kata Bang Zaki dalam keterangannya, Jumat (24/11).
Oleh karena itu perlu penanganan yang lebih modern, dengan menggunakan insinerator (pembakar) misalnya.
Insinerator ini sudah sedemikian canggih, sehingga tidak ada polutan yang keluar dan hasilnya bisa digunakan untuk kepentingan lain, misalnya membantu menanggulangi pantai yang rusak karena abrasi.
“Residunya itu bisa digunakan untuk mengatasi persoalan pantai yang mengalami abrasi. Residu itu nanti akan ditimbun tanah sehingga tidak mengganggu lingkungan,” jelas Bang Zaki.
Di DKI Jakarta, masalah sampah ini menjadi salah satu persoalan perlu ditangani serius, apalagi dengan jumlah penduduk ibu kota yang sedemikian banyak dan kepadatan penduduk di setiap wilayah bertambah.
Sebagai contoh, total volume sampah pada 2022 mencapai 3,11 juta ton atau produksi 7.800 ton per hari yang tentunya menjadi persoalan yang tidak mudah.
“Kalau berbicara dengan volume besar, terus masih sibuk enggak boleh pakai insinerator karena polusi, kami pilih yang ramah lingkungan. Permasalahan yang tidak dapat diselesaikan sampai sekarang itu sampah,” ungkapnya.
Bang Zaki menceritakan persoalan penanganan sampah ini sangat dekat dengan budaya sehari-hari, hal ini harus benar-benar diperhatikan.
Di Tangerang saat dia menjadi bupati dua periode, ada program Kurangi Sampah Kita (Kurasaki) yang mendorong untuk mengatasi sampah mulai dari sekolah, caranya dengan tidak menyediakan tempat sampah agar produksi sampah berkurang.
“Program ini demi mengurangi produksi sampah mulai dari sekolah. Siswa dan guru juga kita minta untuk membawa bekal dari rumah dan membawa tumbler untuk tempat minum agar tidak ada sampah plastik berserakan,” terangnya.
Program lain yang serupa adalah Kurangi Sampah Kantoran (Kurasakan). Hal yang dilakukan adalah mengatur penyajian atau jamuan makanan dan minuman dengan tidak menggunakan kemasan. Artinya semua yang disajikan tidak menyisakan sampah di kantor pemerintahan.
“Penggunaan kemasan makanan dan minuman berupa kardus, plastik, sterofoam akan menyisakan timbunan sampah, kita melarang hal tersebut. Kita harus menjadi contoh, jangan hanya membuat kebijakan, tetapi tidak memberi contoh baik kepada masyarakat,” kata Bang Zaki.
Program unggulan lainnya adalah Kita Peduli Permasalahan Limbah dan Sampah (KIPRAH). Salah satu capaiannya adalah mendirikan 30 tempat pengelolaan sampah reuse, reduce, recycle (TPS3R), 114 Bank Sampah serta budidaya Maggot BSF dan memproses pengolahan sampah dari sistem open dumping ke teknologi ramah lingkungan berupa Refuse Derived Fuel (RDF) dan insinerator.
Selain itu, Bang Zaki juga menginisiasi hibah kapal interceptor dari Coldplay sejak 2021. Bantuan tersebut ditujukan untuk menuntaskan permasalahan sampah di Sungai Cisadane.
Adapun untuk kondisi Jakarta terkini, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang kondisinya cukup memprihatinkan. Pasalnya, kapasitas sampah yang bisa ditampung hanya sekitar 7.500-8.000 ton sampah setiap hari, sedangkan produksinya hampir lebih dari itu.
Sampah 7.800 ton per hari di DKI tentu menjadi tantangan besar. Segala upaya harus dilakukan, seperti menggunakan insinerator, RDF atau teknologi lain yang ramah lingkungan.
“Kita harus berani ambil risiko jika ingin permasalahan sampah ini selesai,” tutup Bang Zaki. [red]