Jakarta – Di tengah tuntutan global akan efisiensi dan digitalisasi, sektor manufaktur dituntut untuk terus bertransformasi agar mampu beradaptasi dengan era efisiensi dan digitalisasi. Di tengah tuntutan tersebut, industri menghadapi tantangan dalam menjaga daya saing sekaligus memastikan keberlanjutan (sustainability) jangka panjang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan nonmigas tumbuh 5,60 persen (YoY) pada kuartal II 2025, melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12 persen. Kontribusi sektor ini terhadap PDB juga meningkat dari 16,72 persen pada kuartal II 2024 menjadi 16,92 persen pada kuartal II 2025, menegaskan peran pentingnya sebagai penopang utama perekonomian nasional.
Keberlanjutan menjadi faktor kunci dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan industri. Salah satu wujudnya adalah penerapan Smart Industry, pendekatan yang memungkinkan pabrik beradaptasi dengan perubahan cepat.
Industri bisa melakukan pemanfaatan teknologi cerdas, pemrosesan data secara real time, serta peningkatan produktivitas dan efisiensi energi. Langkah ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai Net Zero Carbon (NZE) atau nol emisi karbon pada tahun 2060 atau lebih cepat. Dua aspek utama tersebut yaitu:
1. Sustainability dan Implementasi di Pabrik
- Untuk mempertahankan stabilitas keberlanjutan, para pelaku industri manufaktur harus memperhatikan dari sisi Research and Development untuk untuk berinovasi mengembangkan produk baru sesuai dengan dengan kebutuhan konsumen.
- Tidak hanya keberlanjutan dari sisi operasional pada pabrik, tapi diperlukan juga dari sisi lingkungan pada utilitas pabrik, fokus diarahkan pada efisiensi biaya energi dan pencapaian karbon netral. Solusi Energy Monitoring System dipresentasikan sebagai alat bantu pemantauan energi secara real time untuk mendukung penghematan biaya operasional.
2. Peningkatan Smart Industry 4.0
Guna mencapai stabilitas keberlanjutan maka diperlukan untuk meningkatkan implementasi dari Smart Industry 4.0 dengan solusi- solusi dibawah ini:
- Untuk membantu para pelaku industri menerapkan Smart Industry 4.0, Mitsubishi Electric memiliki konsep SMKL (Smart Manufacturing Kaizen Level) sebuah kerangka kerja (framework) atau pendekatan bertahap, dan e-F@ctory sebuah konsep solusi terpadu (integrated solution) yang dirancang untuk mendukung transformasi digital.
- Pemanfaatan software digital yang mendukung analisa data serta pengambilan keputusan berbasis informasi akurat.
- Solusi remote monitoring system yang memungkinkan pengawasan operasional pabrik dari jarak jauh untuk meningkatkan efisiensi dan fleksibilitas.
“Keberlanjutan menjadi kunci stabilitas industri. Dua aspek utamanya adalah penerapan teknologi dan inovasi yang mendukung keberlanjutan operasional pabrik. Tantangan terbesar saat ini bukan lagi apakah industri perlu berubah, tetapi seberapa cepat dan efektif perubahan itu bisa dilakukan. Melalui penerapan Industri Cerdas 4.0 atau Smart Industry 4.0, kami ingin membantu perusahaan mencapai keseimbangan antara produktivitas, efisiensi energi, dan tanggung jawab lingkungan,” ujar Ivan Ferdyan, Manager – Factory Automation Sales, PT Mitsubishi Electric Indonesia.
Menjawab tantangan dan peluang tersebut, Mitsubishi Electric Indonesia menyoroti focus ini menggelar seminar bertema “Driving Sustainable Stability by Enhancing Smart Industry 4.0” di Tangerang dan Bandung.
Acara seminar ini menghadirkan peserta dari berbagai sektor industri – mulai dari otomotif, makanan & minuman (F&B), elektronik, kertas, plastik, karet, farmasi, hingga tekstil – dengan tujuan berbagi wawasan, mendorong adopsi teknologi, serta memperkuat kolaborasi menuju industri yang lebih berkelanjutan. [red]










