Jakarta – Kejaksaan Agung mengembalikan berkas perkara dugaan pemalsuan surat lahan area pagar laut Tangerang di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, kepada Bareskrim Polri.
Penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) mengatakan bahwa penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri tidak memenuhi petunjuk yang diserahkan oleh Kejaksaan Agung.
“Mengingat petunjuk kita tidak dipenuhi, akhirnya kemarin tetap kita kembalikan,” ujar Direktur A Jampidum Nanang Ibrahim Soleh, dikutip Kompas.com, Rabu (16/4/2025).
Nanang mengatakan, kasus pagar laut di Tangerang memiliki indikasi kuat telah terjadi tindak pidana korupsi sehingga patut diselidiki dengan unsur tersebut.
“Bahwa petunjuk kita bahwa perkara tersebut adalah perkara tindak pidana korupsi. Sekali lagi, perkara tindak pidana korupsi. Karena menyangkut di situ ada suap, ada pemalsuannya juga ada, penyalahgunaan kewenangan juga ada semua,” kata Nanang.
Nanang pun menyinggung Pasal 25 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan, jika di dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi didahulukan dari perkara lain untuk mempercepat penyelesaiannya.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Tim Peneliti Berkas Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan yang menegaskan bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) meyakini kasus pagar laut di Tangerang menyebabkan kerugian negara sehingga masuk sebagai kasus tindak pidana korupsi.
Kerugian negara ini terlihat dari adanya kepemilikan negara atas laut di sisi utara Tangerang yang lepas ke tangan pihak lain akibat surat yang diterbitkan oleh para tersangka.
“Kemudian, terkait dengan kerugian negara, seperti yang disampaikan di beberapa media, setelah kita pelajari berkas perkara, materi itu ada (kerugian negara),” tegasnya, Rabu (16/4/2025).
Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, an Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mendukung langkah kejaksaan agung yang menyatakan bahwa kasus pagar laut Tangerang merupakan perkara tindak pidana korupsi.
“Pagar laut itu dari sudut apapun indikasi korupsinya kuat. Karena tidak mungkin ada sebuah sertifikat, ratusan sertifikat itu dikeluarkan tanpa ada pejabat yang meneliti,” ujar Mahfud MD dalam diskusi publik bertajuk Enam Bulan Pemerintahan Prabowo: The Extraordinary, The Good, The Bad, and The Ugly di Jakarta Selatan pada Kamis (17/4/2025).
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan bahwa pihaknya yakin bahwa kasus ini masih berfokus pada dugaan pemalsuan surat, bukan tindak pidana korupsi.
“Dari penyidik Polri, khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 263 KUHP menurut penyidik, berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formal maupun materiil,” ujar Djuhandhani saat konferensi pers di Lobi Bareskrim Polri, Kamis (10/4/2025), dilansir Kompas.
Djuhandhani mengatakan bahwa setelah menerima petunjuk dari berkas P19 yang diberikan oleh Kejaksaan Agung, penyidik segera melakukan sejumlah pemeriksaan dan meminta keterangan dari sejumlah ahli, terutama untuk memeriksa ada tidaknya unsur korupsi dalam kasus yang tengah diselidiki.
Penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Umum telah berdiskusi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mencari tahu ada tidaknya kerugian negara dalam kasus pagar laut di Tangerang.
“Dari teman-teman BPK, kita diskusikan, kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya. Mereka belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara,” jelasnya.
Ada tidaknya kerugian negara ini penting karena menjadi salah satu unsur penentu suatu kasus disebut sebagai kasus korupsi atau bukan.[red]










