Serang – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Provinsi Banten masih menjadi daerah yang paling banyak pengangguran dibandingkan wilayah lain di RI. BPS mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) di daerah ini sebanyak 486,35 ribu orang atau 7,97 persen.
Menurut Kepala BPS Provinsi Banten, Faizal Anwar dalam pers rilis secara virtual di Serang, Jumat (5/5/2023) lalu, bahwa struktur ketenagakerjaan di Banten saat ini ada 9,26 juta penduduk usia kategori kerja. Dari angka itu ada 6,1 juta jiwa warganya masuk kategori angkatan kerja.
“Dari jumlah 6,1 juta jiwa itu, sebanyak 5,62 juta orang memiliki pekerjaan. Sedangkan mereka yang menganggur sebanyak 486,35 ribu orang,” jelasnya.
Dari gambaran 486 ribu lebih pengangguran itu, menurut survei BPS menggambarkan tingkat pengangguran didominasi lulusan SMA. Lulusan SMA menyumbang 12,63 persen tingkat pengangguran terbuka. Sedangkan mereka yang berstatus lulusan SD jadi penyumbang paling rendah
“Ini kita bisa pahami bahwa lulusan SD pada daerah pedesaan mereka tidak minim pekerjaan, mereka pertanian, mungkin daerah perkotaan menjadi tantangan, SMA masih lebih tinggi (tingkat penganggurannya),” lanjutnya.
Gambaran pengangguran berdasarkan survei statistik ini, kata Faizal, memberikan tantangan untuk wilayah Banten. Banten berdekatan dengan Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, yang merupakan magnet bagi pencari kerja.
“Itu merupakan provinsi yang membuka lapangan usaha namun juga jadi tujuan mereka mencari pekerjaan. Tidak hanya terbatas pada penduduk Banten sendiri,” tukasnya.
Berikut Sepuluh besar data tingkat pengangguran terbuka Februari 2023:
Banten 7,97, Jawa barat 7,89, Kepulauan Riau 7,61. Jakarta 7,57. Kalimantan Timur 6,37. Sulawesi Utara 6,19. Maluku 6,08. Sumatera Barat 5,9. Aceh 5,75.Papua Barat 5,53.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Jaringan Nurani Rakyat Banten Ade Yunus mengatakan bahwa pengangguran merupakan masalah serius, karena dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi, melemahnya daya beli masyarakat, banyaknya tindak kriminalitas dan kenaikan angka kemiskinan.
“Masalah pengangguran sebenarnya adalah masalah yang sistemik yang harus diselesaikan. Harus ada link and match antara skill dan lapangan pekerjaan yang tersedia,” Ujar Ade saat Diskusi Masalah sosial dengan awak media, Jum’at, (12/05/2023).
Ade yang juga aktivis dan penggiat sosial menambahkan bahwa pendidikan vokasi yang diharapkan mampu memberikan mereka bekal keterampilan untuk dunia kerja belum mampu mengatasi masalah pengangguran di Provinsi Banten.
“Justru lulusan SMK menjadi penyumbang angka tertinggi angka pengangguran. Hal ini terjadi karena kualitas lulusan SMK maupun politeknik tak selalu sesuai dengan kualifikasi penyedia kerja,” lanjutnya.
Upaya menekan angka Pengganguran tersebut, Ade meminta pemerintah provinsi Banten serius selain mampu memetakan Link and Match antara skill dan lapangan pekerjaan juga memberikan bantuan modal usaha tanpa bunga dan memberi pelatihan kepada masyarakat agar mampu berdaya saling dan menghasilkan.
“Pemprov harus juga menyediakan pos-pos anggaran belanja untuk bantuan kepada masyarakat yang sudah tidak mampu bekerja lagi, khusunya dalam memberikan bantuan modal usaha tanpa bunga dan memberi pelatihan kepada masyarakat,” Pungkasnya. [red]