Kabupaten Tangerang – Elemen masyarakat yang terdiri dari mahasiswa dan aktivis yang concern dibidang Lingkungan Hidup yang tergabung dalam Koalisi Aktivis Lingkungan Hidup Tangerang (Kalung) bakal menggelar giat simpatik ‘Ruwat Kampung, Rawat Bumi’ diarea pesisir dekat lokasi Green Area dan Eco-City yang dinamai Tropical Coastland yang merupakan lokasi pengembangan PIK 2.
“Saat ini kami masih fokus kajian, pembahasan dan diskusi-diskusi terkait pembahasan dampak dan upaya mitigasi lingkungan, jadi, Kalau giat ‘Ruwat Kampung, Jaga Bumi’ itu mah nanti puncaknya,” Ungkap Koordinator Presidium Kalung, Ade Yunus kepada awak media, Selasa (07/01/2025).
Kajian dan Pembahasan yang Menjadi Concern Koalisi Aktivis Lingkungan Hidup Tangerang (Kalung)
Ada beberapa hal yang menjadi concern Koalisi Aktivis Lingkungan Hidup Tangerang (Kalung) dalam kajian dan pembahasan pengembangan kawasan Tropical Coastland oleh PIK2 diantaranya adalah ;
1. Reklamasi dan pembangunan di kawasan yang akan dikembangkan menjadi Tropical Coastland berpotensi merusak ekosistem pesisir yang sensitif termasuk hutan bakau yang berfungsi sebagai habitat bagi berbagai spesies, pelindung alami terhadap erosi, dan penyerap karbon.
“Dengan konversi wilayah tersebut menjadi kawasan wisata dan urban, ada risiko besar kehilangan fungsi ekologis yang vital. Selain itu, reklamasi pantai sering kali melibatkan penggalian dan pemindahan material dari wilayah lain, yang pada akhirnya juga menimbulkan dampak lingkungan tambahan di luar kawasan proyek,” Terang Ade.
2. Pembangunan di area hutan bakau, kebijakan ini memprioritaskan pembangunan ekonomi di atas keberlanjutan lingkungan.
“Hutan bakau tidak hanya menyediakan habitat penting bagi keanekaragaman hayati, tetapi juga berfungsi sebagai benteng alami yang melindungi pesisir dari ancaman abrasi dan banjir. Kehilangan hutan bakau akibat pembangunan tersebut berarti memperbesar risiko kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan. Terlebih, masyarakat lokal yang menggantungkan hidup pada sumber daya alam ini juga menghadapi ancaman kehilangan mata pencaharian,” Paparnya.
3. Kurangnya standar operasional yang jelas mengenai dampak sosial dan lingkungan. Ketidakjelasan pedoman operasional ini memperburuk risiko terjadinya kerusakan lingkungan yang masif.
Tanpa adanya penilaian dampak lingkungan (AMDAL) yang ketat dan transparan, proyek tersebut dapat menimbulkan kerusakan jangka panjang pada keanekaragaman hayati, Selain itu, terdapat risiko hilangnya wilayah penangkapan ikan yang penting bagi nelayan lokal.
“Dampak ini tidak hanya dirasakan secara ekologis tetapi juga secara sosial dan ekonomi. Tanpa adanya upaya mitigasi yang efektif, masyarakat yang terdampak langsung oleh proyek ini akan semakin terpinggirkan,” Tegasnya.
4. Pembangunan yang berkelanjutan harus memperhitungkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan masyarakat.
Pengelolaan lingkungan yang kuat dan berimbang dapat diwujudkan melalui beberapa langkah, seperti meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan, memastikan adanya kompensasi yang adil bagi masyarakat yang terdampak, serta mengimplementasikan teknologi ramah lingkungan dalam setiap tahap proyek.
“Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran lingkungan harus menjadi prioritas untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut,” Pungkasnya.
Dilansir dari CNBC Indonesia bahwa pada 24 Maret 2024, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengeluarkan rilis terkait 14 PSN baru di berbagai sektor. Antara lain 8 kawasan industri, 2 kawasan pariwisata, 2 jalan tol, 1 kawasan pendidikan, riset, dan teknologi kesehatan, serta 1 proyek Migas lepas pantai.
Dari 14 PSN baru tersebut salah satu di antaranya berada di kawasan PIK 2, yakni pengembangan Green Area dan Eco-City yang dinamai Tropical Coastland.
Artinya persepsi bahwa seluruh proyek PIK 2 sebagai PSN kurang tepat. Karena, kawasan PSN yang dimaksud Pemerintah hanya sebagian kecil saja di dalam kawasan pengembangan PIK2.
Pengembangan Green Area dan Eco-City sebagai PSN pemerintah menggunakan lahan seluas 1.756 hektar dari total luas lahan PIK 2 sebesar lebih kurang 30.000 hektar. Nantinya, lahan tersebut akan diubah menjadi destinasi pariwisata baru dan dapat mengakomodasi kawasan wisata mangrove sebagai pengamanan pesisir alami.
Pembiayaan Tropical Coastland juga tak menggunakan APBN, melainkan diperoleh dari dana non APBN, seperti investor swasta.
Tercatat, Tropical Coastland sudah memperoleh investasi Rp65 triliun. Diharapkan, pembangunan proyek ini juga akan memberikan efek ganda ke kehidupan ekonomi dan sosial di sekitar kawasan.
Secara garis besar, proyek Tropical Coastland terbagi dalam lima zona pembangunan.
Pertama, zona pembangunan A. Zona ini berisikan proyek taman tematik Bhineka seluas 14,3 hektar yang memperesentasikan keberagaman Indonesia. Dengan rencana investasi Rp2,5 triliun, lahan Zona A akan dibangun juga masjid, kawasan wisata, dan taman terbuka umum. Proyek direncanakan akan selesai tahun 2030.
Kedua, zona pembangunan B yang terdiri dari kebun binatang safari, danau, dan pantai seluas 54 hektar. Proyek yang akan memakan investasi Rp1,6 triliun ini akan sepenuhnya selesai pada 2030.
Pada zona pembangunan ketiga atau zona C, proyek Tropical Coastland akan berfokus pada keberadaan mangrove dan proyek olahraga. Di atas lahan 77 hektar, akan berdiri 3 kawasan mangrove skala besar dan pusat olahraga berkuda polo. Dengan target investasi Rp1,7 triliun, proyek akan selesai pada 2030.
Zona keempat proyek ini adalah zona D. Di Zona D akan ada satu proyek, yakni sirkuit internasional yang direncanakan akan menarik investasi sebesar Rp6 triliun.
Zona kelima atau zona E. Zona ini akan berada di atas lahan 687 hektar dan ditargetkan akan mendapat investasi Rp26 triliun. Nantinya, akan dibangun olahraga ekstrim, wisata eco-tourism dan edukasi, dan resort cottage. [red]