Jakarta – Fenomena kecanduan game online menjadi salah satu bahasan hangat dalam webinar “Ruang Digitalisasi Anak Aman dan Sehat”.
Acara yang diikuti 250 lebih peserta daring ini mempertemukan Habib Idrus Salim Aljufri dengan pakar komunikasi Dr. Rulli Nasrullah dan psikolog pendidikan Dr. Muhammad Iqbal.
Habib Idrus mengingatkan bahwa peluang digital sangat besar, tapi juga sarat risiko. “Game online bisa melatih daya saing, tapi jika tanpa literasi, ia berubah menjadi jerat yang menenggelamkan anak-anak kita,” ujarnya.
Dr. Rulli mengelaborasi dengan perspektif akademik. Ia menegaskan bahwa bermain—baik di dunia nyata maupun digital—adalah sarana penting bagi perkembangan kognitif dan sosial anak. Namun, ketika game online mendominasi, muncul risiko kesehatan, kecanduan, dan penarikan diri dari ineraksi nyata.
“Anak sering lebih nyaman di ruang maya ketimbang dunia nyata. Inilah yang harus diantisipasi dengan pendampingan,” jelasnya.
Dr. Iqbal menambahkan dimensi keluarga: “Gawai menyediakan apresiasi instan, sesuatu yang sebenarnya anak butuhkan dari lingkungan terdekatnya. Kalau orang tua tidak hadir, anak mencari pengakuan itu di game,” terangnya.
Peserta juga mengungkap keresahan nyata. Septi Setia Rini, misalnya, menyoroti maraknya anak SD yang menjadi konten kreator dengan isi konten tak sesuai usia.
“Mereka sibuk mengejar popularitas daripada belajar,” ungkapnya. Dr. Rulli menanggapi dengan menekankan lemahnya penyaringan platform yang memungkinkan anak memalsukan usia, sehingga tanggung jawab orang tua semakin besar.
Habib Idrus menutup dengan penekanan kuat: “Game online bisa jadi peluang, tapi juga bencana. Kuncinya ada di literasi digital. Kalau keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara berjalan bersama, ruang digital kita akan aman untuk anak-anak,” Pungkasnya. [red]










